Peringatan Hari Bidan Sedunia: Antara Penghargaan Profesi dan Pandangan Islam

UMIKA.ID, Kesehatan,- Setiap tanggal 5 Mei, dunia memperingati Hari Bidan Sedunia (International Day of the Midwife). Momentum ini menjadi ajang penghargaan global terhadap jasa para bidan yang memainkan peran penting dalam kesehatan ibu dan anak, terutama dalam proses kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Namun, di samping konteks medis dan sosial, profesi kebidanan juga memiliki nilai luhur dalam pandangan Islam.

Artikel ini mengupas sejarah Hari Bidan Sedunia, peran strategis bidan dalam kesehatan masyarakat, serta bagaimana Islam memuliakan profesi ini sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sejarah Hari Bidan Sedunia

Hari Bidan Sedunia pertama kali diperingati pada tahun 1991, diprakarsai oleh International Confederation of Midwives (ICM) yang berbasis di Belanda. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk:

  1. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya layanan kebidanan.
  2. Memberikan penghargaan kepada para bidan di seluruh dunia.
  3. Mendorong kebijakan kesehatan reproduksi yang adil dan berbasis hak.

Tema peringatan tiap tahunnya bervariasi, seperti: “Follow the Data: Invest in Midwives” (2021) dan “Together Again: From Evidence to Reality” (2023). ICM mencatat bahwa investasi terhadap tenaga bidan profesional dapat mencegah lebih dari dua pertiga kematian ibu dan bayi baru lahir di seluruh dunia.

Peran Strategis Bidan dalam Kesehatan

Bidan adalah tenaga kesehatan profesional yang memberikan perawatan kepada perempuan selama masa hamil, bersalin, nifas, serta bayi baru lahir. Di negara berkembang, bidan bahkan menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di pelosok.

Menurut laporan WHO dan UNFPA (2021), tenaga bidan yang kompeten dapat:

  • Mengurangi kematian ibu dan bayi.
  • Memberikan konseling KB dan perawatan pasca-kelahiran.
  • Menyediakan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi.

Di Indonesia, peran bidan sangat vital, terutama dalam program Posyandu, KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), dan pelayanan di daerah terpencil. Kehadiran bidan bukan sekadar teknis medis, tapi menyentuh aspek sosial dan psikologis perempuan.

Pandangan Islam terhadap Profesi Kebidanan

Islam sebagai agama yang sempurna sangat menekankan pentingnya menjaga nyawa (hifzh an-nafs) dan menjaga keturunan (hifzh an-nasl). Kedua prinsip ini menjadi dasar maqashid syariah (tujuan utama syariat) yang sejalan dengan esensi profesi bidan.

1. Menolong Ibu Melahirkan adalah Amal Shalih

Bidan yang membantu proses kelahiran berarti sedang menyelamatkan dua nyawa: ibu dan anak. Ini termasuk amal shalih besar dalam Islam.

وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

“Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.”
(QS. Al-Ma’idah: 32)

Ayat ini menjadi dalil kuat bahwa menyelamatkan satu nyawa — seperti yang dilakukan bidan — bernilai sangat besar di sisi Allah Ta’ala.

2. Kehormatan Profesi yang Menyentuh Aurat dan Rahasia Pasien

Profesi kebidanan tentu bersentuhan langsung dengan aurat dan kondisi rahasia perempuan. Dalam Islam, hal ini diperbolehkan dalam kondisi darurat atau kebutuhan medis, selama tetap menjaga adab dan syariat.

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”
(QS. At-Taghabun: 16)

Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu.”
(HR. Muslim, no. 1955)

Maka, bidan yang bekerja dengan amanah, penuh empati, dan menjaga rahasia pasiennya, termasuk dalam orang-orang yang menjalankan ihsan.

3. Tokoh Perempuan dalam Islam yang Berperan seperti Bidan

Dalam sejarah Islam, dikenal beberapa tokoh perempuan yang memiliki peran layaknya bidan, antara lain:

  • Asma’ binti Yazid: Sahabat Nabi yang dikenal dalam urusan kesehatan dan pengobatan.
  • Ummu Ruman: Ibu dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang dikenal membantu dalam proses kelahiran wanita Quraisy.

Ini menunjukkan bahwa profesi kebidanan memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam.

4. Fikih Kebidanan dan Etika Syariah

Dalam literatur fikih, banyak ulama membahas hukum-hukum terkait kebidanan, termasuk:

  • Bolehnya perempuan membantu proses kelahiran.
  • Keharusan menjaga aurat kecuali dalam kondisi darurat.
  • Anjuran dilakukan oleh sesama jenis jika memungkinkan.

Semua ini menunjukkan Islam mendukung profesi kebidanan selama dalam koridor syariat.

Bidan sebagai Pelayan Umat

Bidan bukan sekadar profesi teknis, tapi pelayan umat dalam makna sesungguhnya. Mereka hadir di momen-momen genting kehidupan manusia: kelahiran dan kematian. Dalam Islam, membantu kelahiran termasuk bentuk pelayanan sosial yang sangat mulia.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Thabrani, Hasan menurut Al-Albani)

Seorang bidan yang menolong ibu hamil, menyambut bayi ke dunia, memberi edukasi tentang kesehatan reproduksi, termasuk dalam golongan yang sangat dicintai Allah.

Penutup

Peringatan Hari Bidan Sedunia bukan hanya selebrasi profesi, tetapi momen refleksi atas kontribusi besar mereka dalam menjaga nyawa dan kehidupan. Islam telah lebih dahulu memuliakan peran-peran ini sebagai bentuk ibadah, pengabdian, dan kasih sayang terhadap sesama manusia.

Sudah saatnya umat Islam memberikan penghargaan dan dukungan penuh kepada para bidan, baik dari aspek kebijakan, kesejahteraan, maupun pelatihan keislaman. Semoga profesi ini tetap menjadi ladang pahala dan keberkahan.

Referensi:

  • Al-Qur’an: Al-Ma’idah: 32, At-Taghabun: 16
  • Shahih Muslim No. 1955, HR. Thabrani
  • International Confederation of Midwives (ICM): https://www.internationalmidwives.org
  • WHO & UNFPA Reports on Midwifery (2021)
  • Buku “Fiqh At-Tibb: Etika Medis Islam” karya Dr. Yusuf Al-Qaradawi
  • Ensiklopedi Fikih Kesehatan Reproduksi (Fiqh Medical Reproduction), Dar Al-Fikr, Kuwait

UMIKA Media

Learn More →