Riya, Penyakit Hati yang Menggerogoti Amal: Kenali Ciri-Ciri dan Solusi Islami agar Terhindar

UMIKA.ID, Karawang,– Riya merupakan salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya dalam ajaran Islam. Penyakit ini tidak hanya merusak nilai amal perbuatan seseorang, tetapi juga bisa menggugurkan pahala hingga menyebabkan kemurkaan Allah SWT. Dalam kehidupan modern yang penuh pencitraan dan kebutuhan akan validasi sosial, riya bisa menyusup ke dalam hati seorang Muslim tanpa disadari. Maka, mengenali ciri-cirinya dan mengetahui solusi agar terhindar darinya adalah hal yang sangat penting.

Pengertian Riya dalam Islam

Secara bahasa, riya (الرياء) berasal dari kata ra’a (رأى) yang berarti “melihat” atau “memperlihatkan.” Dalam istilah syar’i, riya adalah melakukan ibadah atau amal saleh dengan maksud ingin dilihat, dipuji, atau mendapat pengakuan dari manusia, bukan karena mengharapkan ridha Allah SWT.

Rasulullah ﷺ menyebut riya sebagai bentuk syirik kecil (الشرك الأصغر) sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: … قَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنَ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Artinya: “Syirik kecil itu adalah riya. Seorang lelaki berdiri untuk salat, lalu ia memperindah salatnya karena ada orang yang melihatnya.”
(HR. Ibnu Majah no. 4204, shahih menurut Al-Albani)

Ciri-Ciri Orang yang Terjangkit Riya

  1. Beramal untuk Dipuji, Bukan karena Allah
  2. Menunjukkan Amal dengan Sengaja
  3. Sedih Jika Tidak Ada yang Mengetahui Amalannya
  4. Senang Mendapat Sanjungan atas Kebaikan
  5. Meningkatkan Amal Ketika Diperhatikan, Menguranginya Ketika Sendiri
  6. Beribadah Sesuai Momen, Bukan Kebutuhan Ruhani

Riya juga dapat muncul dalam bentuk ucapan dan tulisan yang mencerminkan kebanggaan akan amal ibadah, padahal niat utamanya bukan untuk dakwah melainkan eksistensi pribadi.

Bahaya Riya dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Allah SWT memperingatkan:

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ، الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
Artinya: “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya.”
(QS. Al-Ma’un: 4–6)

Dan dalam surah Hud:

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا… أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ
(QS. Hud: 15–16)

Dalam hadits Qudsi:

أَنَا أَغْنَى ٱلشُّرَكَاءِ عَنِ ٱلشِّرْكِ…
Artinya: “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa beramal dan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan amalnya.”
(HR. Muslim no. 2985)

Solusi Islami Agar Terhindar dari Riya

  1. Perbaiki Niat dengan Ikhlas

    اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي… وَلَا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ فِيهِ شَيْئًا
    (Doa keikhlasan dari Imam Ibnul Qayyim, dalam Al-Fawaid)

  2. Sembunyikan Amal Saleh
  3. Perbanyak Istighfar dan Doa Agar Terhindar dari Syirik Kecil

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ…
    (HR. Ahmad, shahih)

  4. Muhasabah dan Evaluasi Niat Secara Rutin
  5. Dekati Ulama dan Lingkungan yang Ikhlas
  6. Fokus pada Penilaian Allah, Bukan Makhluk

Riya di Era Digital: Tantangan Baru Umat Islam

Di zaman media sosial, riya bisa muncul dalam bentuk konten ibadah, dokumentasi dakwah, hingga pamer sedekah. Para ulama membedakan antara tazkiyah nafs (penyucian diri) dan ujub (bangga diri). Menurut Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, amal yang disebar untuk memberi contoh bisa bernilai dakwah, selama niat tetap murni.

Namun, tetap harus berhati-hati. Jangan sampai ibadah menjadi ajang pamer agar mendapat pujian atau popularitas.

Kesimpulan

Riya adalah penyakit hati yang merusak amal dan menjauhkan seseorang dari ridha Allah. Dengan mengenali ciri-cirinya, memperbaiki niat, memperbanyak doa dan istighfar, serta menjaga keikhlasan, seorang Muslim dapat menjaga kemurnian ibadahnya. Ingatlah, nilai amal di sisi Allah tidak bergantung pada seberapa banyak orang yang tahu, tapi seberapa tulus niat di baliknya.

Referensi:

  1. Al-Qur’an al-Karim: Surah Al-Ma’un (107), Hud (11)
  2. Shahih Muslim no. 2985
  3. Sunan Ibnu Majah no. 4204 – dinilai shahih oleh Al-Albani
  4. Kitab Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi
  5. Kitab Al-Fawaid – Ibnul Qayyim al-Jauziyah
  6. Tazkiyatun Nafs, Dr. Ahmad Farid
  7. Ighatsatul Lahfan, Ibnul Qayyim

UMIKA Media

Learn More →