UMIKA.ID, Buletin,- Hasad atau iri hati adalah penyakit hati yang berbahaya dalam Islam. Artikel ini membahas pengertian hasad, dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits, ciri-ciri, serta solusi Islami untuk menyembuhkannya.
Apa Itu Hasad?
Dalam Islam, penyakit hati merupakan bahaya laten yang mengancam keikhlasan dan keselamatan akhirat seorang Muslim. Salah satu bentuk penyakit hati yang sangat berbahaya adalah hasad (الحسد), atau iri hati.
Hasad adalah keadaan batin di mana seseorang merasa tidak senang atas nikmat yang dimiliki oleh orang lain, bahkan berharap agar nikmat tersebut hilang dari orang tersebut. Ini berbeda dari ghibtah, yaitu keinginan memiliki nikmat serupa tanpa berharap hilangnya nikmat orang lain.
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah menyatakan:
“Hasad adalah keinginan agar nikmat yang ada pada orang lain hilang, baik nikmat itu berpindah kepadanya maupun tidak.”
(Syarh Ḥadīth Arbaʿīn an-Nawawīyah)
Dalil-Dalil tentang Hasad dalam Al-Qur’an dan Hadits
Allah Ta’ala telah memperingatkan umat manusia akan bahaya hasad. Dalam surat Al-Falaq ayat 5, Allah berfirman:
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (QS. Al-Falaq: 5)
Ayat ini menunjukkan bahwa hasad termasuk kejahatan yang harus dihindari dan dimohon perlindungan darinya kepada Allah.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah oleh kalian sifat hasad, karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”
(HR. Abu Dawud, no. 4903, hasan)
Hadits ini menunjukkan betapa berbahayanya hasad yang bisa menghapus pahala amal shalih seorang Muslim.
Ciri-Ciri Orang yang Terkena Penyakit Hasad
Agar kita dapat menghindarinya, penting untuk mengetahui ciri-ciri orang yang terkena hasad. Di antaranya:
- Tidak senang melihat orang lain bahagia atau sukses.
- Selalu membandingkan diri dengan orang lain.
- Berusaha menjatuhkan atau mencela orang yang mendapat nikmat.
- Merasa puas jika orang lain tertimpa musibah atau kegagalan.
- Sulit bersyukur atas nikmat yang dimiliki sendiri.
Ciri-ciri ini bisa mengakar dalam diri tanpa disadari, terutama ketika seseorang kurang mengisi hatinya dengan rasa syukur dan iman.
Contoh Hasad dalam Kisah Al-Qur’an
Hasad bukanlah penyakit baru, bahkan kisah hasad sudah tercatat sejak manusia pertama.
1. Kisah Qabil dan Habil
Dalam QS. Al-Ma’idah ayat 27-30, diceritakan bahwa Qabil membunuh saudaranya, Habil, karena merasa iri terhadap penerimaan kurban oleh Allah dari Habil.
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Maka hawa nafsunya menjadikannya tertarik untuk membunuh saudaranya, lalu dia membunuhnya dan jadilah dia termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-Ma’idah: 30)
2. Kisah Saudara-Saudara Nabi Yusuf
Mereka dengki terhadap Nabi Yusuf karena ayah mereka, Nabi Ya’qub, lebih mencintainya. Akibatnya, mereka tega membuang Yusuf ke dalam sumur.
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰ أَبِينَا مِنَّا…
“(Ingatlah) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya lebih dicintai ayah kita daripada kita…”
(QS. Yusuf: 8)
Akibat Buruk dari Hasad
Hasad tidak hanya merusak hubungan antar sesama manusia, tetapi juga berdampak langsung pada kondisi batin dan keimanan seseorang. Di antara akibat buruknya adalah:
- Menghapus pahala amal.
- Memicu dosa lain seperti ghibah, fitnah, dan adu domba.
- Mengurangi keberkahan rezeki.
- Menyebabkan hati keras dan sulit menerima kebenaran.
- Mendatangkan murka Allah.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
“Tidak ada yang lebih merusak agama dan dunia daripada hasad. Ia adalah penyakit yang pertama muncul di langit (iblis terhadap Adam) dan pertama di bumi (Qabil terhadap Habil).”
Solusi Islam untuk Menyembuhkan Hasad
Islam menawarkan solusi yang lengkap dan aplikatif untuk mengobati penyakit hasad. Berikut langkah-langkahnya:
1. Meningkatkan Iman dan Taqwa
Dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui shalat, dzikir, dan tilawah Al-Qur’an, hati akan menjadi lebih tenang dan bersih.
2. Bersyukur atas Nikmat Sendiri
Fokus pada nikmat yang Allah berikan kepada kita, sekecil apa pun. Rasulullah ﷺ bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian…”
(HR. Muslim, no. 2963)
3. Mendoakan Orang yang Dihasadi
Mendoakan kebaikan untuk orang yang kita hasadi akan melatih hati menjadi lapang. Ini adalah terapi ruhani yang sangat mujarab.
4. Mengakui Hasad dan Bertaubat
Mengakui bahwa kita memiliki penyakit hasad adalah langkah awal menuju perbaikan. Segeralah bertaubat dan minta ampun kepada Allah.
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang beriman, agar kamu beruntung.”
(QS. An-Nur: 31)
5. Menjauhi Lingkungan yang Menumbuhkan Hasad
Hindari lingkungan kompetitif yang tidak sehat atau media sosial yang menampilkan gaya hidup berlebihan yang bisa menumbuhkan rasa iri.
Penutup
Hasad adalah penyakit hati yang mematikan secara ruhani. Ia merusak pahala, membinasakan amal, dan memicu dosa lain. Dalam Islam, penyakit ini sangat dikecam karena bertentangan dengan nilai keimanan dan kasih sayang.
Melalui peningkatan iman, bersyukur, serta memperbaiki hati dengan dzikir dan taubat, penyakit hasad dapat disembuhkan. Seorang Muslim hendaknya berlomba dalam kebaikan, bukan dalam iri-mengiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang: orang yang diberi harta lalu digunakan di jalan kebenaran, dan orang yang diberi hikmah (ilmu) lalu mengamalkannya dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Mari rawat hati kita, dan jauhi hasad agar hidup kita berkah, tentram, dan diridhai oleh Allah Ta’ala.
Sumber Referensi:
- Al-Qur’an Al-Karim
- Shahih Bukhari dan Muslim
- Sunan Abu Dawud
- Ibnu Qayyim, Madarijus Salikin
- Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam
- Tafsir Ibnu Katsir
- Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah